Apabila tidak diantisipasi, perubahan iklim mengganggu sasaran nasional komoditas pangan utama tahun 2010 2014. Posisi Indonesia berada pada posisi strategis antara Benua Asia dan Australia, di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang dilalui garis katulistiwa. Indonesia terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, terdapat banyak selat dan laut yang menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan iklim/cuaca. Kondisi topografi wilayah Indonesia yang bergunung, berlembah serta pantai menciptakan fenomena lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Indonesia. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) periode 30 tahun (1971 - 2000), secara klimatologis wilayah Indonesia terdapat 293 pola iklim, dimana 220 pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu wilayah yang mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (pola Monsun), sedangkan 73 pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM).
Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri :
1) mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial);
2) sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah; dan
3) waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola lokal).
Fenomena global yang mempengaruhi iklim/musim di Indonesia Beberapa fenomena global yang mempengaruhi iklim/musim di Indonesia adalah El Nino dan La Nina, Dipola Mode dan Madden Julian Oscillation. Menurut BMKG pengertian ketiga fenomena sebagai berikut.
El Nino, merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya).
Pengaruh El Nino di Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi perairan wilayah Indonesia. Jika kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin, maka curah hujan wilayah Indonesia akan berkurang secara drastis, namun bila suhu perairan Indonesia cukup hangat maka tidak akan berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan secara signifikan. Mengingat wilayah Indonesia cukup luas, tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
La Nina, merupakan kebalikan dari El Nino yang ditandai dengan anomali suhu muka laut negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) di Ekuator Pasifik Tengah. Fenomena La Nina secara umum bila dibarengi dengan menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia, menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat. Seperti halnya El Nino, dampak La Nina tidak berpengaruh ke seluruh wilayah Indonesia. Dipole Mode, merupakan fenomena interaksi laut-atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan selisih antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut ini disebut Dipole Mode Indeks (DMI). Untuk DMI positif, umumnya berdampak pada kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan untuk DMI negatif, berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Madden Julian Oscillation (MJO), merupakan fenomena yang mengindikasikan osilasi aktivitas pertumbuhan awan sepanjang jalur, dimulai dari atas perairan Afrika Timur hingga perairan Pasifik bagian barat (utara Papua). Fenomena ini mempunyai periode osilasi relatif pendek yaitu sekitar 30-50 hari (intra seasonal). Analisis MJO dipergunakan untuk penyusunan prakiraan musim hujan
Sinar Tani
Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri :
1) mempunyai 2 kali puncak hujan dalam setahun (pola Ekuatorial);
2) sepanjang tahun curah hujannya tinggi atau rendah; dan
3) waktu terjadinya musim hujan dan musim kemarau kebalikan dengan daerah ZOM (pola lokal).
Fenomena global yang mempengaruhi iklim/musim di Indonesia Beberapa fenomena global yang mempengaruhi iklim/musim di Indonesia adalah El Nino dan La Nina, Dipola Mode dan Madden Julian Oscillation. Menurut BMKG pengertian ketiga fenomena sebagai berikut.
El Nino, merupakan fenomena global dari sistem interaksi lautan atmosfer yang ditandai dengan memanasnya suhu muka laut di Ekuator Pasifik Tengah atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih panas dari rata-ratanya).
Pengaruh El Nino di Indonesia, sangat tergantung dengan kondisi perairan wilayah Indonesia. Jika kondisi suhu perairan Indonesia cukup dingin, maka curah hujan wilayah Indonesia akan berkurang secara drastis, namun bila suhu perairan Indonesia cukup hangat maka tidak akan berpengaruh terhadap kurangnya curah hujan secara signifikan. Mengingat wilayah Indonesia cukup luas, tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
La Nina, merupakan kebalikan dari El Nino yang ditandai dengan anomali suhu muka laut negatif (lebih dingin dari rata-ratanya) di Ekuator Pasifik Tengah. Fenomena La Nina secara umum bila dibarengi dengan menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia, menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat. Seperti halnya El Nino, dampak La Nina tidak berpengaruh ke seluruh wilayah Indonesia. Dipole Mode, merupakan fenomena interaksi laut-atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan selisih antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut ini disebut Dipole Mode Indeks (DMI). Untuk DMI positif, umumnya berdampak pada kurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, sedangkan untuk DMI negatif, berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Madden Julian Oscillation (MJO), merupakan fenomena yang mengindikasikan osilasi aktivitas pertumbuhan awan sepanjang jalur, dimulai dari atas perairan Afrika Timur hingga perairan Pasifik bagian barat (utara Papua). Fenomena ini mempunyai periode osilasi relatif pendek yaitu sekitar 30-50 hari (intra seasonal). Analisis MJO dipergunakan untuk penyusunan prakiraan musim hujan
Sinar Tani
No comments:
Post a Comment