Monday, October 31, 2011

Varietas INPARA 2

Inpara 2
Varietas Padi - Padi Inpara dan Inpari
Asal persilangan : Pucuk/Cisanggarung//Sita


Kelompok
:
Nomor Seleksi
:B10214F-TB-7-2-3
Golongan
:Cere
Umur tanaman
:128 hari
Bentuk tanaman
:Tegak
Tinggi tanaman
:103 cm
Anakan produktif
:16 batang
Warna kaki
:Hijau 
Warna batang
:Hijau
Warna telinga daun
:Tidak berwarna
Warna daun
:Hijau 
Permukaan daun
:Kasar
Posisi daun
:Tegak
Daun bendera
:Tegak
Leher malai:Sedang
Tipe malai:Kompak
Bentuk gabah
:Sedang
Warna gabah
:Kuning
Kerontokan
:Sedang
Kerebahan
:Sedang
Tekstur nasi
:Pulen
Kadar amilosa
:22,05 %
Bobot 1000 butir
:25,66 gram
Rata-rata hasil
:5,49 t/ha di rawa lebak
4,82 t/ha di rawa pasang surut
Potensi hasil
:6,08 t/ha
Ketahanan terhadap Hama
:Agak tahan Wereng Batang Coklat Biotipe 2
Ketahanan terhadap penyakit
:Tahan terhadap penyakit Hawar Daun dan Blas
Anjuran tanam
:Baik ditanam di daerah rawa lebak dan pasang surut
Pemulia
:Bambang Kustianto, Aris Hairmansis, Supartopo dan Suwarno
Peneliti
:Erwina Lubis, Anggiani Nasution, Santoso, Heni Safitri
Teknisi
:Basarudin N., M. Syarif, Panca Hadi Siwi, dan Maulana.
Pengusul:Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi
Alasan utama dilepas:Hasil tinggi, toleran Fe dan sesuai untuk daerah yang menyukai nasi pulen
Di lepas tahun
:2009


http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/padi-inpara-dan-inpari/340-inpara-2

Thursday, October 20, 2011

Benih Padi untuk Kekacauan Musim



image
Petani perlu beradaptasi terhadap perubahan musim belakangan ini yang cenderung tidak menentu. Langkah ini dilakukan agar dapat mengurangi kerugian hasil panen.
Kepala Balai Besar Penelitian Padi, Dr Hasil Sembiring mengatakan, hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih varietas padi yang tahan terhadap perubahan kondisi alam. "Perubahan musim tidak harus membuat kita menyerah. Lebih baik mencari cara mengatasinya bagaimana, diantaanya bisa dengan mengamati musim yang terjadi agar dapat menyiapkan benih yang pas," ujarnya di Aula Timur ITB Bandung, Selasa (3/8).
Hal ini termasuk menghadapi kondisi tren kemarau basah saat ini. Balai Besar Penelitian Padi disebutnya telah menghasilkan 200 varietas padi dengan 6 varietas di antaranya memiliki keunggulan termasuk adaptasi iklim. Inpara, nama padi tahan musim itu diklaim mempunyai toleransi rendaman hingga 14 hari masih tetap mampu tumbuh.
Selain itu, hasil penelitian yang dikembangkan bakal mampu memangkas waktu panen, seperti padi lokal yang biasanya membutuhkan waktu enam bulan dipangkas menjadi 100 hari siap panen. "Beberapa varietas sudah didistribusikan benihnya," tegasnya.
Zona Kekeringan
Untuk itu, dia menyebut penyusun pemetaan terhadap kantong-kantong karakteristik lahan yang digarap seperti zona kekeringan dan selanjutnya dapat membantu memudahkan petani menentukan varietas yang ditanam.
Terpisah, pakar perubahan iklim ITB, Dr Armi Susandi menjelaskan, pihaknya tengah membuat model pemetaan masa awal tanam terhadap sejumlah daerah. Dengan model itu, lokasi lahan yang cocok sesuai dengan iklim yang berkembang diharapakan dapat membantu petani saat memulai tanam.
Cakupannya sampai tingkat kecamatan dengan akurasi 75 persen di antaranya ditunjang data iklim 30 tahun terakhir, satelit, BMKG, dan PU. "Totalnya ada 6 wilayah. Jabar sudah selesai, sekarang kami tengah menggarap wilayah Jateng," tandasnya. Empat daerah lain yakni Jatim, Sumbar, Kalteng, dan Sulsel," kata dia.

http://suaramerdeka.com/

Infotan: BENARKAH PENANAMAN VARIETAS UNGGUL BARU MENJADIKAN PETANI PADI INDONESIA MISKIN?


Sumarno - Puslitbangtan Bogor ,Pertanyaan tersebut cukup menggelitik pikiran peneliti tanaman pangan dan mungkin juga para pejabat Departemen Pertanian dan Dinas Pertanian, yang selama empat puluh tahun terakhir menganjurkan petani menanam varietas unggul berproduktivitas tinggi dan berumur genjah. Dari sisi pengamatan satu-dua orang petani tulisan SAd bisa saja benar. Perkenankanlah saya sebagai mantan Kepala Balai Penelitian Tanaman Pangan (1988-1995) dan mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1998-2000), yang ikut bertanggungjawab atas keberadaan VUB, memberikan tanggapan terhadap tulisan tersebut atas dasar pengetahuan keahlian saya sebagai Pemulia Tanaman dan sebagai mantan manajer penelitian tanaman pangan.

Tentu saja pendapat dan pikiran antarorang boleh berbeda dan kebenaran tidak akan diputuskan dari tulisan ini. SAd memberikan tanda petik pada kata unggul, suatu istilah yang secara resmi digunakan di Departemen Pertanian, termasuk dalam SK Pelepasan Varietas. Makna unggul yang menempel sebagai ajektifa kata varietas, adalah menunjukkan dimilikinya satu atau lebih sifat unggul dari varietas yang bersangkutan, terutama sifat daya hasil gabahnya yang tinggi, di atas 5 ton/ha pada lingkungan normal yang optimal. Jadi varietas unggul memang memiliki keunggulan sifat daya hasil gabah, dan itu sudah terbukti dari peningkatan produksi beras nasional. Waktu dulu pada tahun 1960an, pada waktu belum ada varietas unggul baru, produksi beras nasional hanya sekitar 7 juta hingga 9 juta ton beras per tahun. Sekarang setelah ditanam VUB produksi beras meningkat menjadi sekitar 34 juta ton per tahun. Kita semua yang sudah ada pada tahun 1950-1960an, pasti merasakan betapa sulitnya untuk memperoleh beras pada saat itu. Keluarga kami ber-enam, hanya mampu memasak 1,5 liter beras per hari, selama bertahun-tahun, yang semestinya supaya cukup kalori dan kenyang perlu 3 liter sehari. Dari cerita banyak kawan, hal yang sama juga mereka alami. Ini semua terjadi bertahun-tahun antara tahun 1950 sampai tahun 1967, sebelum diterapkannya teknologi revolusi hijau yang dimotori oleh adanya varietas unggul yang benar-benar unggul produktivitasnya. Varietas Unggul Baru Memiskinkan Petani? SAd menyebutkan bahwa varietas baru, diberikan contoh: PB 5; Dara; Syntha; Remaja sampai kepada IR42; IR64, adalah sumber penyebab terjadinya kemiskinan petani padi Indonesia. Varietas Dara, Syntha dan Remaja bukan termasuk dalam golongan Varietas Unggul Baru (VUB), karena ke tiga varietas tersebut termasuk tipe berbatang tinggi, anakan sedang dan daya hasilnya di bawah 4 t/ha gkg. Varietas IR42 dan IR64 bersama-sama varietas unggul baru lain seperti Cisadane; Way Apoburu; Widas; Ciherang, banyak ditanam petani secara luas hingga kini, dan tidak benar telah memiskinkan petani. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa petani padi yang termasuk miskin adalah petani yang luas lahannya kurang dari 0,5 ha dan petani penggarap (pembagi hasil atau shared cropper) yang tidak mempunyai lahan. Petani padi yang luas lahannya kurang dari 0,5 ha dan petani penggarap ini jumlahnya sangat besar, lebih dari 80% petani padi di Indonesia. Berusahatani padi memang semestinya harus memiliki lahan minimal 2 ha, seperti halnya petani padi di Thailand (7 ha per KK), di Malaysia (4 ha/KK) atau di Australia (100-300 ha per petani). Petani padi Indonesia yang memiliki lahan 5 ha dapat memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp 54,7 juta sekali panen padi, bila petani memiliki 2 ha pendapatan bersihnya Rp 21,9 juta sekali panen (Tabel 1). Sebaliknya petani penggarap, yang memperoleh hanya 40% dari bagi hasil panen, setelah dikurangi ongkos produksi hanya memperoleh Rp 1,4 juta per 0,7 ha (Tabel 2). Adalah jarang petani penggarap berkesempatan untuk menggarap lebih dari 1 ha, yang terbanyak antara 0,2 ha sampai 0,7 ha. Jadi jelas bahwa kemiskinan petani padi bukan disebabkan oleh penanaman varietas unggul baru, tetapi disebabkan oleh sempitnya pemilikan lahan dan oleh tidak dimilikinya lahan sendiri.



http://www.sinartani.com/opini/agriwacana/721.html

Friday, October 14, 2011

Memilih Daging Yang ASUH


ASUH ( Aman, Sehat, Utuh, Halal )

Adanya kasus penyakit flu burung dan penyakit antraks di beberapa daerah endemis,  telah meresahkan konsumen daging. Agar masyarakat aman dalam mengkonsumsi daging,   konsumen harus mengerti dan memahami tentang daging yang ASUH dan pemilihannya.

Untuk mendapatkan daging ASUH, maka pemotongan hewan ternak harus  dilakukan secara halal dan baik (halalan thoyyiban) dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi dengan hasil produksi berupa karkas utuh atau potongan-potongan karkas yang memenuhi persyaratan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).
Aman adalah tidak mengandung bibit penyakit (bakteri, kapang, kamir, virus, cacing, parasit atau prion), mikotoksin, racun (toksin) residu obat dan hormon, cemaran pestisida, cemaran zat berbahaya serta bahan-bahan/unsur-unsur lain yang dapat menyebabkan penyakit dan gangguan kesehatan manusia.
Sehat mempunyai arti mengandung zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh.
Utuh diartikan tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian lain dari luar selain yang dinyatakan dalam keterangan produk
Halal diartikan perolehan hasil produksi ternak dari penyembelihan ternak yang tidak diharamkan dan sesuai dengan syariat agama Islam.

Penyembelihan halal ( sesuai syariat agama Islam ) ada tiga aspek persyaratan yang harus dipenuhi yaitu aspek ternak yang akan disembelih, aspek orang yang akan menyembelih ( jagal ) dan aspek proses penyembelihan.

Tata cara penyembelihan ternak halal, sesuai syariat Islam sebagai berikut:
1) Orang yang akan menyembelih hewan ternak harus beragama Islam,  dewasa  ( baligh ) dan berakal sehat; 2) Membaca Basmallah sebelum penyembelihan dilakukan;
3) Pisau yang digunakan untuk penyembelihan harus tajam dan  bersih;
4) Hewan yang akan disembelih sunnah dihadapkan ke arah kiblat;
5) Orang yang akan menyembelih disunnahkan membaca shalawat kepada Rasulullah SAW dan membaca takbir sebanyak tiga kali di samping membaca basmallah;
6) Orang yang menyembelih harus memiliki pengetahuan tentang hewan halal dan haram disembelih serta penyembelihan yang halal;
7) Setelah penyembelihan darah dibiarkan keluar sampai berhenti mengalir;
8) Penyembelihan dilakukan dengan baik, hygienis dan menjaga kebersihan lingkungan.

Terjaminnya daging yang memenuhi persyaratan ASUH dijual di kios-kios di pasar resmi atau tempat yang ditetapkan oleh pemerintah daerah, maka konsumen harus mengetahui persyaratan tempat yang harus  dipenuhi oleh penjual daging di pasar  tradisional, antara lain :
1) Los daging harus terpisah dari tempat penjualan komoditi lainnya;
2) Bangunannya permanen dan harus selalu dalam keadaan bersih, lantai kedap air, ventilasi cukup, dinding tembok dengan permukaannya yang licin dan berwarna terang atau yang terbuat dari porselin putih, dibangun sedemikian rupa sehingga dapat mencegah masuknya lalat dan serangga lainnya serta dilengkapi dengan penerangan yang cukup



Source:
http://www.sinartani.com

Monday, October 10, 2011

Infotan: Mentan Tegaskan Agar Pemda Tidak Beri Izin Alihfungsi Lahan Pertanian




Cirebon – Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA mengaku sangat prihatin atas banyaknya alih fungsi lahan pertanian selama ini. Untuk itu, Mentan meminta agar setiap Bupati atau Pemerintah Daerah di Indonesia tidak mudah memberikan izin alih fungsi lahan pertanian di daerahnya. 
"Saya sangat prihatin atas banyaknya alih fungsi lahan ini. Sekarang sawah dikepung bangunan. Lahan produktif kita banyak yang beralihfungsi, padahal kekurangan pangan adalah masalah besar," kata Mentan saat melakukan dialog interaktif dengan petani, penyuluh, dan pemangku kepentingan lainnya di Kecamatan Gegesik, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat pada Sabtu (10/9).  
Lebih lanjut, Mentan mengungkapkan bahwa kondisi iklim yang berubah – ubah menjadi masalah tersendiri bagi pertanian di Indonesia,hal itu semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan produktif yang semakin luas. "Jadi kondisi iklim ini jangan diperparah dengan adanya konversi lahan produktif," katanya. 

Menurut Mentan, hingga saat ini tercatat sedikitnya 100 ribu lahan produktif yang beralih fungsi. Tidak hanya beralih fungsi menjadi perumahan, banyak pula lahan tanam padi yang beralih fungsi menjadi tanaman tebu hingga kelapa sawit seperti yang terjadi di luar Jawa.

http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=889&awal=0&page=&kunci=