Petani perlu beradaptasi terhadap perubahan musim belakangan ini yang cenderung tidak menentu. Langkah ini dilakukan agar dapat mengurangi kerugian hasil panen.
Kepala Balai Besar Penelitian Padi, Dr Hasil Sembiring mengatakan, hal ini dapat dilakukan dengan cara memilih varietas padi yang tahan terhadap perubahan kondisi alam. "Perubahan musim tidak harus membuat kita menyerah. Lebih baik mencari cara mengatasinya bagaimana, diantaanya bisa dengan mengamati musim yang terjadi agar dapat menyiapkan benih yang pas," ujarnya di Aula Timur ITB Bandung, Selasa (3/8).
Hal ini termasuk menghadapi kondisi tren kemarau basah saat ini. Balai Besar Penelitian Padi disebutnya telah menghasilkan 200 varietas padi dengan 6 varietas di antaranya memiliki keunggulan termasuk adaptasi iklim. Inpara, nama padi tahan musim itu diklaim mempunyai toleransi rendaman hingga 14 hari masih tetap mampu tumbuh.
Selain itu, hasil penelitian yang dikembangkan bakal mampu memangkas waktu panen, seperti padi lokal yang biasanya membutuhkan waktu enam bulan dipangkas menjadi 100 hari siap panen. "Beberapa varietas sudah didistribusikan benihnya," tegasnya.
Zona Kekeringan
Untuk itu, dia menyebut penyusun pemetaan terhadap kantong-kantong karakteristik lahan yang digarap seperti zona kekeringan dan selanjutnya dapat membantu memudahkan petani menentukan varietas yang ditanam.
Terpisah, pakar perubahan iklim ITB, Dr Armi Susandi menjelaskan, pihaknya tengah membuat model pemetaan masa awal tanam terhadap sejumlah daerah. Dengan model itu, lokasi lahan yang cocok sesuai dengan iklim yang berkembang diharapakan dapat membantu petani saat memulai tanam.
Cakupannya sampai tingkat kecamatan dengan akurasi 75 persen di antaranya ditunjang data iklim 30 tahun terakhir, satelit, BMKG, dan PU. "Totalnya ada 6 wilayah. Jabar sudah selesai, sekarang kami tengah menggarap wilayah Jateng," tandasnya. Empat daerah lain yakni Jatim, Sumbar, Kalteng, dan Sulsel," kata dia.
http://suaramerdeka.com/
No comments:
Post a Comment