Saturday, April 9, 2022

MENEKAN KEHILANGAN HASIL PANEN PADI (BAG I)

MENEKAN KEHILANGAN HASIL



A. Keragaan Kehilangan Hasil Pasca Panen Padi


Faktor yang mempengeruhi kehilangan hasil padi antra lain : varietas, agroekosistem, teknik budidaya padi, penangnan pasca panen, soaial budaya masyarakat setempat, pendidikan sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka usaha untruk menekan kehilangn hasil pasca panen padi dapat dilakukan dengan pendekatan sistem mutu yang ditangani aspek teknis, sosial budaya, ekonomis pada suatu komunitas masyarakat tani dan stekholder yang terlibat
Pengukuran kehilangan hasil paca panen padi dilakukan pada setiap tahap penanganan pasca panen padi, yaitu : panen / pemotongan, pengumpulan, penundaan perontokan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan penyimpanan.


1.    Kehilangan pemanenan ( pemotongan )
Metode pengukuran menggunakan metode BPS ( Badan Pusat Statistik) tahun 2007 dengan metode yang dikembangkan oleh IRRI ( International Rice Research Institute )  Philipina ( metode papan.)

Metode papan
Susut saat panen adalah banyaknya butir padi yang tercecer sebagai akibat perlakuan panen oleh pemanen dan peralatan panen yang digunakan.  Susut saat panen diperoleh dengan cara menghitung jumlah butir gabah yang melekat pada papan pengamatan  yang dipasang pada petak ubinan dan dikonversi dengan tabel konversi susut panen.

Prosedur :
Penentuan petak ubinan :  Untuk petak sawah  / bidang tanah kering yang berbentuk bujur sangkar,  ambilah ujung barat daya dari petak tanah tersebut sebagai pangkal sumbu.  Bila petak sawah tidak berbentuk bujur sangkar, sedapat mungkin pangkal sumbu diambil pada sudut barat daya.  Bila kita berdiri pada pangkal sumbu tersebut, maka garis yang mengarah pada  barat timur dinyatakan sebagai sumbu X  dan sebagai sumbu Y  diambil garis yang mengarah utara – selatan dan tegak lurus pada pada sumbu X ( Gambar 1.).  Pada petak ubinan berukuran 5 m x 5 m dipasang 9 (sembilan) papan berukuran 40 cm x 14 cm di bawah pertanaman padi   Perlakuan panen pada petak ubunan dilakukan sesuai dengan kebiasaan setempat baik itu pelaku, peralatan dan cara panen, sedangkan perlakuan perontokan hasil panen pada petak pengamatan  ( ubinan)  dilakukan secara teliti untuk menghindari kehilangan hasil selama perontokan , karena kehilangan hasil yang akan diamati hanya kehilangan hasil selama panen.  Setelah itu penghitungan jumlah butir padi yang tercecer  dan jatuh pada papan tersebut.  Dengan melihat tabel konversi (tabel. 1)  berdasarkan jumlah gabah ( butir ) maka dapat secara langsung diketahui susut saat panen (kg/ha)


Rumus
                                                                           Bt
Kehilangan hasil saat panen (SP)  =     ______________________ x 100 %
                                                               Bt + Bgt + (Bp/Lp x 10.000)

Keterangan
SP  =  Susut saat panen
Bt  = Bobot susut dari tabel konversi ( berdasarkan jumlah butir gabah bernas yang menempel pada 9 papan )
Bp  =  Bobot hasil panen ubinan
Lp  =  Luas ubinan
Bgt = Bobot gabah yang tercecer selama penumpukan sementara

Susut penumpukan sementara diperoleh dengan cara menghitung jumlah butir gabah yang tertinggal pada alas penumpukan sementara dikalikan dengan berat 1 (satu) butir gabah GKP.  Berat 1 (satu) butir gabah GKP adalah 0,022 gram
Kehilangan hasil penumpukan sementara ( SPS )

                                 Bt

SPS   =                                                     x 100 %
  Bt = Bgt + (Bp/Lp x 10.000)

Keterangan :
SPS   =  Susut penumpukan sementara
Bt  = Bobot susut dari tabel konversi ( berdasarkan jumlah butir gabah bernas yang menempel pada 9 papan )
Bp  =  Bobot hasil panen ubinan
Lp   =  Luas ubinan
Bgt = Bobot gabah yang tercecer selama penumpukan sementara

Pengamatan lapang ( bobot hasil ubinan, pengukuran kadar air, perhitungan butir gabah yang menempel pada papan pengematan , perhitungan butir gabah yang tertinggal pada alas penumpukan sementara dan perhitungan banyaknya rumpun dalam plot ubinan, serta wawancara tentang budidaya tanaman padi setempat.

 




X      X     X     X     X     X    X    
X      X     X     X     X     X    X            Keterangan :



X      X     X     X     X     X    X                

X      X     X     X     X     X    X                           = papan pengamatan

X      X     X     X     X     X    X                   X     = rumpun tanaman


X      X     X     X     X     X    X

X      X     X     X     X     X    X
Gambar 1. Petak ubinan pengamatan

Tabel 1. Tabel konversi susut panen
Jumlah gabah
(butir)
Susut (kg/ha)
Jumlah gabah
(butir)
Susut (kg/ha)
Jumlah gabah
(butir)
Susut (kg/ha)
Jumlah gabah
(butir)
Susut
 (kg/ha)
Jumlah gabah
(butir)
Susut (kg/ha)
5
3
55
29
105
55
155
81
205
108
10
5
60
32
110
58
160
84
210
110
15
8
65
34
115
60
165
87
215
113
20
11
70
37
120
63
170
89
220
116
25
13
75
39
125
66
175
92
225
118
30
16
80
42
130
68
180
95
230
121
35
18
85
45
135
71
185
97
235
124
40
21
90
47
140
74
190
100
240
126
45
24
95
50
145
76
195
103
245
129
50
26
100
53
150
79
200
105
250
131
 Sumber : BPS

2.    Kehilangan Perontokan
Susut perontokan adalah kehilangan hasil selama proses perontokan.  Susut perontokan dihitung dengan menjumlahkan butir yang terlempar keluar dari alas petani, butir melekat pada jerami dan butir yang terbawa kotoran

Prosedur
Dibawah alas perontok milik petani dipasang alas seluas 6 m x 6 m untuk menangkap butiran gabah yang terlempar keluar dari alas petani ( T1) (Gambar 2.).
Timbang 100 kg padi untuk perontokan secara manual dan 400 kg padi untu perontokan dengan mesin perontok.  Perontokan dilakukan sesuai dengan kebiasaan setempat baik mengenai pelaku (petani/penderep), peralatan maupun cara perontokan.  Pemilihan responden diusahakan proporsional terhadap cara petani melakukan panen di lokasi setempat.  Sisa jerami setelah perontokan cara petani selesai, dirontok secara teliti untuk mendapatkan gabah yang masih melekat dan tidak terontok (T2), dan kotoran yang dihasilkan dalam proses perontokan juga dikumpulkan untuk mendapatkan butir gabah yang terbawa (T3).
Pengamatan lapang meliputi cara perontokan , bobot hasil perontokan, banyaknya butir gabah bernas yang terlempar diluar alas petani, bobot gabah yang masih terdapat pada jerami, bobot gabah yang terdapat pada kotoran dan kadar air gabah hasil perontokan.
6 m
                                                                                       
                         T1                                                            Keterangan :
                                  Alas
                                  perontok                       6 m            T1 = alas perontok kontrol
                                  petani  
                                                                       
 

Gambar 2. Alas perontok petani dan kontrol


Rumus :

(T1 + T2 + T3 )     
Kehilangan hasil perontokan (SPr)  =                                             x 100 %
(T0 + T1 + T2 + T3 )

Keterangan :
SPr   =   susut perontokan
T0    =   gabah hasil perontokan
T1    =   gabah yang terlempar di luar alas petani
T2    =   gabah yang masih melekat pada jerami dan tidak terontok
T3    =   gabah yang terbawa kotoran

3. Kehilangan Pengangkutan Gabah dari Sawah
Susut pengangkutan gabah dari sawah adalah kehilangan hasil selama pengangkutan gabah dari sawah sampai tempat tujuan.

Prosedur :
Pengamatan dilakukan terhadap 3 (tiga) orang petani responden dengan cara pengangkutan setempat.  Perhitungan susut pengangkutan gabah dari sawah dilakukan dengan mengukur berat gabah sebelum dan sesudah pengangkutan. 
Pengamatan meliputi kadar air gabah sebelum dan sesudah pengangkutan, wadah, alat, jarak pengangkutan dan lama pengangkutan

Rumus :
Kehilangan pengangkutan gabah dari sawah (Sak)

B1 – B2
 Sak  =                         x 100 %
B1

Keterangan :
Sak  = susut pengangkutan gabah dari sawah
B1   =  berat kering gabah sebelum pengangkutan
B2   =  Berat kering gabah setelah pengangkutan
Dimana
B1    =  berat gabah sebelum pengangkutan  x  ( 100 – KA1)
B2    =  berat gabah setelah pengangkutan  x  ( 100 – KA2)
KA1 = kadar air gabah sebelum pengangkutan
KA2 = kadar air gabah setelah pengangkutan

4. Kehilangan Pengeringan Gabah
Pengeringan adalah proses pengurangan kadar air suatu gabah.  Pengurangan kadar air dalam bijian seperti gabah dilakukan  dengan penguapan dari dalam gabah.  Proses ini meliputi penguapan air dari permukaan biji dan perpindahan massa air dari dalam gabah ke permukaan secara disfusi.  Susut pengeringan adalah kehilangan hasil selama proses pengeringan.

Prosedur :
Pengeringan dilakukan sesuai dengan kebiasaan petani, seperti cara pengeringan, tempat pengeringan dan perlakuan selama pengeringan.  Responden pengeringan ditetapkan 3 (tiga) petani / penggiling padi, diusahakan mewakili padi varietas hibrida, unggul non hibrida dan lokal.  Mengingat saat ini banyak pengeringan dilakukan oleh penggilingan padi, maka usahakan terdapat sample penggilingan (selain petani ) di lokasi setempat. 
Pengamatan lapang meliputi kadar air gabah sebelum pengeringan, berat gabah bersih dan benda asing dari sample sebelum pengeringan, berat gabah sebelum pengeringan, berat gabah setelah pengeringan , kadar air gabah setelah pengeringan, berat gabah bersih dan benda asing dari sample setelah pengeringan, lama pengeringan.
Rumus :

BKGb  -  BKGk
Kehilangan pengeringan gabah (SK) =                                      x  100 %
BKGb

Keterangan :
SK        =   susut pengweringan gabah
BKGb   =   berat kering gabah sebelum pengeringan
BKGk   =   berat kering gabah setelah pengeringan


100  -  Kab              Pb (BGb)
BKGb   =                             x
100                        100


100  -  Kak              Pb (BGk)
BKGk   =                             x
100                        100


Keterangan :
Kab  = Kadar air gabah sebelum pengeringan (GKP)
Kak  = Kadar air gabah setelah pengeringan (GKG)
Pb     =  Prosentase bagian gabah bersih sebelum pengeringan
Pk     =  Prosentase bagian gabah bersih setelah pengeringan
BGb  =  berat gabah sebelum pengeringan
BGk  =  berat gabah setelah pengeringan



Rumus konversi pengeringan gabah :

Pk (BGk)
Konversi Pengeringan Gabah (KKG) =                         x 100 %
Pb (BGb)


100  -  Kab

=                            x 100 %
100  -  Kak




5. Kehilangan Penyimpanan Gabah
Susut penyimpanan gabah adalah kehilangan hasil selama penyimpanan gabah. Susut penyimpanan diukur berdasarkan berat kering gabah sebelum dan sesudah penyimpanan.

Prosedur :
Perlakuan penyimpanan ini dilakukan ditempat penyimpanan gabah petani responden.  Jumlah responden adalah 3 orang petani yang melakukan penyimpanan gabah selama satu bulan.  Teknik penyimpanan gabah oleh responden disesuaikan oleh kebiasaan dan karakteristik petani setempat .  Selama periode waktu simpan yang ditetapkan, gabah yang disimpan tersebut tidak boleh ditambah ataupun diambil untuk konsumsi atau dijual oleh petani responden.  Pengamatan berat kering dan kadar air gabah sebelum dan sesudah penyimpanan, serta tanggal penyimpanan.

Rumus :

A(100 – KA1)  -  Bj(100 – KA2)
Kehilangan Penyimpanan Gabah  (SPp) =                                                         x 100 %
A(100  - KA1)

   Keterangan :
SPp  = susut penyimpanan gabah oleh petani
A      = berat gabah kering awal (sebelum penyimpanan)
Bj     = berat gabah kering setelah penyimpanan selama j minggu
KA1 = kadar air awal
KA2 = kadar air setelah penyimpanan selama j minggu



6. Kehilangan Penggilingan Padi
Rendemen penggilingan merupakan suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan kuantitas gabah menjadi beras.  Besarnya rendemen pengilingan diperoleh dari hasil bagi antara hasil keluaran pengilingan berupa beras dengan bahan masukan berupa gabah.  Ada 2 katagori rendemen pengilingan lapang dan rendemen penggilingan teliti.  Rendemen penggilingan lapang dihasilkan dari penggilingan yang ada di lapangan,  sedangkan rendemen penggilingan teliti diperoleh dari penggilingan laboratorium..  Selisih antara penggilingan teliti dengan rendemen penggilingan lapang adalah susut penggilingan.

Porosedur :
Responden untuk perlakuan ditetepkan 3 unit penggilingan padi,  dengan mempertimbangkan variasi tipe penggilingan yang mencakup PPB, PPK, RMU, Huller dan Engleberg,  serta penggilingan sistem pengkabut.  Penggilingan dilakukan terhadap gabah dalam satu derajat yaitu 80, 90 dan 100 prosen.  Untuk menyeragamkan kenampakan derajat sosoh, pada setiap responden diambil contoh gabah yang digiling sebanyak 1 kg dan beras hasil giling sebanyak 0,5 kg.  Dimasukan kedalam plastik dan diberi label, kemudian dikirim ke laboratorium untuk diteliti lebih lanjut.
Pengamatan meliputi kadar air gabah sebelum penggilingan, berat gabah sebelum penggilingan, berat beras hasil penggilingan (bera giling), kadar air beras hasil penggilingan, derajat sosoh dan lama penggilingan.

Rumus :
Kehilangan pada Penggilingan Padiu (Spg)  =  Rlb  - Rlp

Keterangan  :
Spg    = susut pada penggilingan padi
Rlb    =  rendemen giling teiti hasil laboratorium
Rlp    =  rendemen giling hasil padi di lapangan

(100 – Kab)  x  berat beras penggilingan laboratorium
Rlb  =                                                                                                 x  100 %
(100 – Kab)  x  berat gabah penggilingan laboratorium


(100 – Kab)  x  berat beras penggilingan lapang
Rlp  =                                                                                         x  100 %
(100 – Kab)  x  berat gabah penggilingan lapang

Keterangan  :
Kab   =  kadar air beras hasil penggilingan
Kag    =  kadar air gabah yang digiling

Kehilangan Hasil Kumulatif
Dengan pengukuran kehilangan hasil setiap tahapan kegiatan pasca panen akan diketahui jumlah kehilangan pasca panen secara kumulatif mulai dari pemanenan sampai dengan penggilingan.  Kehilangan kumulatif penanganan pasca panen padi disajikan pada    tabel 2 .   Perbedaan angka pengukuran yang diperoleh  pada tahapan panen / pemotongan padi disebabkan karena perbedaan metode pengukuran.  Pengukuran menggunakan metode papan, ternyata menghasilkan angka yang cukup realistik dan sejalan dengan metode pengukuran kehilangan panen secara langsung.
Dari angka kehilangan kumulatif pada tabel 2, dapat diketahui bahwa penanganan pasca panen padi pada lahan tadah hujan umumnya lebih baik pada setiap tahapannya.  Pemanenan yang dilakukan secra berkelompok dengan jumlah anggota antara 5 – 7 orang dan perontokan padi menggunakan  pedal thresher, cukup efisien untuk menekan atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil panen, disamping kualitas gabah yang dihasilkan juga lebih baik, dengan kandungan gabah hampa dan kotoran lebih kecil.  Penekanan kehilangan dapat dilakukan pada tahapan pengumpulan, penundaan perontokan dan perontokan padi.  Pada lahan irigasi titik kritis terjadimpada tahapan panen / pemotongan padi, pengumpulan padi, penundaan perontokan dan perontokan padi.

Tabel  2.   Kehilangan hasil kumulatif pada tahapan kegiatan pasca panen padi dari 2 ekosistem, pada MH.

Tahapan kegiatan
Kehilangan hasil (%)
Lahan irigasi
Lahan tadah hujan
MH
MK
MH
MK
1.     Panen/Pemotongan
- Metode papan
- Petak kontrol

0,97
14,76

0,086
13,95

1,57
13,36

0,088
10,38
2. Penumpukan
0,85
0,35
0,77
0,76
3. Pengumpulan
1,80
0,81
1,23
0,16
4.penundaan perontokan
2,21
0,35
1,46
0,76
5. Perontokan
2,43
5,59
1,15
0,36
Total (1+2+3+4+5)
8,26
7,18
6,18
2,12
6.Penjemuran *
1,37
2,14
1,13
5,60
7.Penyimpanan
1,36
0,017
1,48
0,016
8.Penggilingan
2,08
1,08
1,65
1,10
Total kehilangan ( 1 s/d 8 )
13,04
10,42
11,44
8,844
* Alas terpal plastik


Kehilangan Mutu Fisik
Di dalam sistem tataniaga dan perdagangan beras, mutu fisik beras sangat menentukan.  Penurunan mutu fisik dapat menyebabkan kehilangan bobot maupun nutrisi beras.  Ke dua hal tersewbut dapat menyebabkan jatuhnya harga jual gabah maupun beras.
Selain kehilangan bobot di dalam perlakuan penanganan pasca panen yang salah dapat menyebabkan  kehilangan mutu fisik dan mutu kimia.  Kehilangan tersebut dapat terjadi karena :
  1. terjadinya penundaan atau keterlambatan perontokan,
  2. penumpukan padi di sawah yang terlalu lama
  3. terjadinya keterlambatan dalam proses penjemuran / pengeringan dan
  4. kerusakan yang terjadi karena kondisi penyimpanan yang tidak memenuhi syarat

Kerusakan mutu fisik gabah dapat berupa meningkatnya prosentase gabah retak yang berpengaruh terhadap rendemen giling, terjadinya penurunan densitas dan bobot 1000 butir, terjadi kerusakan gabah seperti gabah tumbuh, gabah busuk, gabah berkecambah, gabah berjamur dan berwarna kuning.  Hasil penelitian menunjukan terjadi kehilangan mutu fisik berkisar antara 3,41 – 4,06 %, yang terjadi pada saat penundaan perontokan sebesar 1,75 – 1,95 % dan kerusakan perontokan 0,87 – 1,06 %, dan terjadi pada saat penyimpanan gabah di tingkat petani sebesar 0,79 – 1,05 %.

Bersambung Bag II 


No comments:

Post a Comment