MENEKAN KEHILANGAN HASIL
Faktor yang mempengeruhi kehilangan hasil padi antra lain : varietas, agroekosistem, teknik budidaya padi, penangnan pasca panen, soaial budaya masyarakat setempat, pendidikan sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka usaha
untruk menekan kehilangn hasil pasca panen padi dapat dilakukan dengan pendekatan
sistem mutu yang ditangani aspek teknis, sosial budaya, ekonomis pada suatu
komunitas masyarakat tani dan stekholder yang terlibat
Pengukuran kehilangan hasil paca panen padi
dilakukan pada setiap tahap penanganan pasca panen padi, yaitu : panen /
pemotongan, pengumpulan, penundaan perontokan, perontokan, pengeringan,
penggilingan dan penyimpanan.
1. Kehilangan pemanenan (
pemotongan )
Metode pengukuran
menggunakan metode BPS ( Badan Pusat Statistik) tahun 2007 dengan metode yang
dikembangkan oleh IRRI ( International Rice Research Institute ) Philipina ( metode papan.)
Metode papan
Susut saat panen adalah
banyaknya butir padi yang tercecer sebagai akibat perlakuan panen oleh pemanen
dan peralatan panen yang digunakan.
Susut saat panen diperoleh dengan cara menghitung jumlah butir gabah
yang melekat pada papan pengamatan yang
dipasang pada petak ubinan dan dikonversi dengan tabel konversi susut panen.
Prosedur :
Penentuan petak ubinan
: Untuk petak sawah / bidang tanah kering yang berbentuk bujur
sangkar, ambilah ujung barat daya dari
petak tanah tersebut sebagai pangkal sumbu.
Bila petak sawah tidak berbentuk bujur sangkar, sedapat mungkin pangkal
sumbu diambil pada sudut barat daya.
Bila kita berdiri pada pangkal sumbu tersebut, maka garis yang mengarah
pada barat timur dinyatakan sebagai
sumbu X dan sebagai sumbu Y diambil garis yang mengarah utara – selatan
dan tegak lurus pada pada sumbu X ( Gambar 1.).
Pada petak ubinan berukuran 5 m x 5 m dipasang 9 (sembilan) papan
berukuran 40 cm x 14 cm di bawah pertanaman padi Perlakuan panen pada petak ubunan dilakukan
sesuai dengan kebiasaan setempat baik itu pelaku, peralatan dan cara panen,
sedangkan perlakuan perontokan hasil panen pada petak pengamatan ( ubinan)
dilakukan secara teliti untuk menghindari kehilangan hasil selama perontokan
, karena kehilangan hasil yang akan diamati hanya kehilangan hasil selama
panen. Setelah itu penghitungan jumlah
butir padi yang tercecer dan jatuh pada
papan tersebut. Dengan melihat tabel
konversi (tabel. 1) berdasarkan jumlah
gabah ( butir ) maka dapat secara langsung diketahui susut saat panen (kg/ha)
Rumus
Bt
Kehilangan hasil saat panen (SP) = ______________________ x 100 %
Bt + Bgt + (Bp/Lp x 10.000)
Keterangan
SP =
Susut saat panen
Bt = Bobot susut dari tabel konversi
( berdasarkan jumlah butir gabah bernas yang menempel pada 9 papan )
Bp =
Bobot hasil panen ubinan
Lp =
Luas ubinan
Bgt = Bobot gabah yang tercecer selama penumpukan sementara
Susut penumpukan sementara
diperoleh dengan cara menghitung jumlah butir gabah yang tertinggal pada alas
penumpukan sementara dikalikan dengan berat 1 (satu) butir gabah GKP. Berat 1 (satu) butir gabah GKP adalah 0,022
gram
Kehilangan hasil penumpukan sementara ( SPS )
Bt
SPS = x 100 %
Bt = Bgt + (Bp/Lp x 10.000)
Keterangan :
SPS = Susut penumpukan sementara
Bt = Bobot susut dari tabel konversi
( berdasarkan jumlah butir gabah bernas yang menempel pada 9 papan )
Bp =
Bobot hasil panen ubinan
Lp = Luas ubinan
Bgt = Bobot gabah yang tercecer selama penumpukan sementara
Pengamatan lapang ( bobot
hasil ubinan, pengukuran kadar air, perhitungan butir gabah yang menempel pada
papan pengematan , perhitungan butir gabah yang tertinggal pada alas penumpukan
sementara dan perhitungan banyaknya rumpun dalam plot ubinan, serta wawancara
tentang budidaya tanaman padi setempat.
X X X X X X X
X X X
X X X
X Keterangan :
X X X X X X X
X X X X X X X = papan pengamatan
X X X X X X X X = rumpun tanaman
X X X X X X X
X X X X X X X
Gambar 1. Petak ubinan pengamatan
Tabel 1. Tabel konversi
susut panen
Jumlah
gabah
(butir)
|
Susut
(kg/ha)
|
Jumlah
gabah
(butir)
|
Susut
(kg/ha)
|
Jumlah
gabah
(butir)
|
Susut
(kg/ha)
|
Jumlah
gabah
(butir)
|
Susut
(kg/ha)
|
Jumlah
gabah
(butir)
|
Susut
(kg/ha)
|
5
|
3
|
55
|
29
|
105
|
55
|
155
|
81
|
205
|
108
|
10
|
5
|
60
|
32
|
110
|
58
|
160
|
84
|
210
|
110
|
15
|
8
|
65
|
34
|
115
|
60
|
165
|
87
|
215
|
113
|
20
|
11
|
70
|
37
|
120
|
63
|
170
|
89
|
220
|
116
|
25
|
13
|
75
|
39
|
125
|
66
|
175
|
92
|
225
|
118
|
30
|
16
|
80
|
42
|
130
|
68
|
180
|
95
|
230
|
121
|
35
|
18
|
85
|
45
|
135
|
71
|
185
|
97
|
235
|
124
|
40
|
21
|
90
|
47
|
140
|
74
|
190
|
100
|
240
|
126
|
45
|
24
|
95
|
50
|
145
|
76
|
195
|
103
|
245
|
129
|
50
|
26
|
100
|
53
|
150
|
79
|
200
|
105
|
250
|
131
|
Sumber : BPS
2.
Kehilangan Perontokan
Susut perontokan
adalah kehilangan hasil selama proses perontokan. Susut perontokan dihitung dengan menjumlahkan
butir yang terlempar keluar dari alas petani, butir melekat pada jerami
dan butir yang terbawa kotoran
Prosedur
Dibawah alas
perontok milik petani dipasang alas seluas 6 m x 6 m untuk menangkap butiran
gabah yang terlempar keluar dari alas petani ( T1) (Gambar 2.).
Timbang 100 kg
padi untuk perontokan secara manual dan 400 kg padi untu perontokan dengan
mesin perontok. Perontokan dilakukan
sesuai dengan kebiasaan setempat baik mengenai pelaku (petani/penderep),
peralatan maupun cara perontokan.
Pemilihan responden diusahakan proporsional terhadap cara petani
melakukan panen di lokasi setempat. Sisa
jerami setelah perontokan cara petani selesai, dirontok secara teliti untuk
mendapatkan gabah yang masih melekat dan tidak terontok (T2), dan kotoran yang
dihasilkan dalam proses perontokan juga dikumpulkan untuk mendapatkan butir
gabah yang terbawa (T3).
Pengamatan lapang
meliputi cara perontokan , bobot hasil perontokan, banyaknya butir gabah bernas
yang terlempar diluar alas petani, bobot gabah yang masih terdapat pada jerami,
bobot gabah yang terdapat pada kotoran dan kadar air gabah hasil perontokan.
6 m
T1
Keterangan :
Alas
perontok 6 m T1 = alas perontok kontrol
petani
Gambar 2. Alas
perontok petani dan kontrol
Rumus :
(T1 + T2 + T3
)
Kehilangan hasil perontokan (SPr) = x
100 %
(T0 + T1 + T2 +
T3 )
Keterangan :
SPr =
susut perontokan
T0 =
gabah hasil perontokan
T1 =
gabah yang terlempar di luar alas petani
T2 =
gabah yang masih melekat pada jerami dan tidak terontok
T3 =
gabah yang terbawa kotoran
3. Kehilangan Pengangkutan
Gabah dari Sawah
Susut
pengangkutan gabah dari sawah adalah kehilangan hasil selama pengangkutan gabah
dari sawah sampai tempat tujuan.
Prosedur :
Pengamatan
dilakukan terhadap 3 (tiga) orang petani responden dengan cara pengangkutan
setempat. Perhitungan susut pengangkutan
gabah dari sawah dilakukan dengan mengukur berat gabah sebelum dan sesudah
pengangkutan.
Pengamatan
meliputi kadar air gabah sebelum dan sesudah pengangkutan, wadah, alat, jarak
pengangkutan dan lama pengangkutan
Rumus :
Kehilangan
pengangkutan gabah dari sawah (Sak)
B1 – B2
Sak = x 100 %
B1
Keterangan :
Sak = susut pengangkutan gabah dari sawah
B1 =
berat kering gabah sebelum pengangkutan
B2 =
Berat kering gabah setelah pengangkutan
Dimana
B1 = berat gabah sebelum pengangkutan x (
100 – KA1)
B2 = berat gabah setelah pengangkutan x (
100 – KA2)
KA1 = kadar air
gabah sebelum pengangkutan
KA2 = kadar air
gabah setelah pengangkutan
4. Kehilangan Pengeringan
Gabah
Pengeringan
adalah proses pengurangan kadar air suatu gabah. Pengurangan kadar air dalam bijian seperti
gabah dilakukan dengan penguapan dari
dalam gabah. Proses ini meliputi
penguapan air dari permukaan biji dan perpindahan massa air dari dalam gabah ke
permukaan secara disfusi. Susut
pengeringan adalah kehilangan hasil selama proses pengeringan.
Prosedur :
Pengeringan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan petani, seperti cara pengeringan, tempat
pengeringan dan perlakuan selama pengeringan.
Responden pengeringan ditetapkan 3 (tiga) petani / penggiling padi, diusahakan
mewakili padi varietas hibrida, unggul non hibrida dan lokal. Mengingat saat ini banyak pengeringan
dilakukan oleh penggilingan padi, maka usahakan terdapat sample penggilingan
(selain petani ) di lokasi setempat.
Pengamatan lapang
meliputi kadar air gabah sebelum pengeringan, berat gabah bersih dan benda
asing dari sample sebelum pengeringan, berat gabah sebelum pengeringan, berat
gabah setelah pengeringan , kadar air gabah setelah pengeringan, berat gabah
bersih dan benda asing dari sample setelah pengeringan, lama pengeringan.
Rumus :
BKGb - BKGk
Kehilangan pengeringan gabah (SK) = x 100 %
BKGb
Keterangan :
SK =
susut pengweringan gabah
BKGb =
berat kering gabah sebelum pengeringan
BKGk =
berat kering gabah setelah pengeringan
100 -
Kab Pb (BGb)
BKGb = x
100 100
100 -
Kak Pb (BGk)
BKGk = x
100 100
Keterangan :
Kab = Kadar air gabah sebelum pengeringan (GKP)
Kak = Kadar air gabah setelah pengeringan (GKG)
Pb =
Prosentase bagian gabah bersih sebelum pengeringan
Pk =
Prosentase bagian gabah bersih setelah pengeringan
BGb = berat
gabah sebelum pengeringan
BGk = berat
gabah setelah pengeringan
Rumus konversi
pengeringan gabah :
Pk (BGk)
Konversi Pengeringan Gabah (KKG) = x 100 %
Pb (BGb)
100 - Kab
= x 100 %
100 - Kak
5. Kehilangan Penyimpanan
Gabah
Susut penyimpanan
gabah adalah kehilangan hasil selama penyimpanan gabah. Susut penyimpanan
diukur berdasarkan berat kering gabah sebelum dan sesudah penyimpanan.
Prosedur :
Perlakuan
penyimpanan ini dilakukan ditempat penyimpanan gabah petani responden. Jumlah responden adalah 3 orang petani yang
melakukan penyimpanan gabah selama satu bulan.
Teknik penyimpanan gabah oleh responden disesuaikan oleh kebiasaan dan
karakteristik petani setempat . Selama
periode waktu simpan yang ditetapkan, gabah yang disimpan tersebut tidak boleh
ditambah ataupun diambil untuk konsumsi atau dijual oleh petani responden. Pengamatan berat kering dan kadar air gabah
sebelum dan sesudah penyimpanan, serta tanggal penyimpanan.
Rumus :
A(100 – KA1) - Bj(100 – KA2)
Kehilangan Penyimpanan Gabah (SPp) =
x 100 %
A(100 - KA1)
Keterangan :
SPp = susut penyimpanan gabah oleh petani
A = berat gabah kering awal (sebelum
penyimpanan)
Bj = berat gabah kering setelah penyimpanan
selama j minggu
KA1 = kadar air
awal
KA2 = kadar air
setelah penyimpanan selama j minggu
6. Kehilangan Penggilingan
Padi
Rendemen
penggilingan merupakan suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan kuantitas
gabah menjadi beras. Besarnya rendemen
pengilingan diperoleh dari hasil bagi antara hasil keluaran pengilingan berupa
beras dengan bahan masukan berupa gabah.
Ada 2 katagori rendemen pengilingan lapang dan rendemen penggilingan
teliti. Rendemen penggilingan lapang
dihasilkan dari penggilingan yang ada di lapangan, sedangkan rendemen penggilingan teliti
diperoleh dari penggilingan laboratorium..
Selisih antara penggilingan teliti dengan rendemen penggilingan lapang
adalah susut penggilingan.
Porosedur :
Responden untuk
perlakuan ditetepkan 3 unit penggilingan padi,
dengan mempertimbangkan variasi tipe penggilingan yang mencakup PPB,
PPK, RMU, Huller dan Engleberg, serta
penggilingan sistem pengkabut.
Penggilingan dilakukan terhadap gabah dalam satu derajat yaitu 80, 90
dan 100 prosen. Untuk menyeragamkan
kenampakan derajat sosoh, pada setiap responden diambil contoh gabah yang
digiling sebanyak 1 kg dan beras hasil giling sebanyak 0,5 kg. Dimasukan kedalam plastik dan diberi label,
kemudian dikirim ke laboratorium untuk diteliti lebih lanjut.
Pengamatan
meliputi kadar air gabah sebelum penggilingan, berat gabah sebelum
penggilingan, berat beras hasil penggilingan (bera giling), kadar air beras
hasil penggilingan, derajat sosoh dan lama penggilingan.
Rumus :
Kehilangan pada
Penggilingan Padiu (Spg) = Rlb -
Rlp
Keterangan :
Spg = susut pada penggilingan padi
Rlb =
rendemen giling teiti hasil laboratorium
Rlp =
rendemen giling hasil padi di lapangan
(100 – Kab) x
berat beras penggilingan laboratorium
Rlb =
x 100 %
(100 – Kab) x
berat gabah penggilingan laboratorium
(100 – Kab) x
berat beras penggilingan lapang
Rlp =
x 100 %
(100 – Kab) x
berat gabah penggilingan lapang
Keterangan :
Kab =
kadar air beras hasil penggilingan
Kag =
kadar air gabah yang digiling
Kehilangan Hasil Kumulatif
Dengan pengukuran kehilangan hasil
setiap tahapan kegiatan pasca panen akan diketahui jumlah kehilangan pasca
panen secara kumulatif mulai dari pemanenan sampai dengan penggilingan. Kehilangan kumulatif penanganan pasca panen
padi disajikan pada tabel 2 . Perbedaan angka pengukuran yang
diperoleh pada tahapan panen /
pemotongan padi disebabkan karena perbedaan metode pengukuran. Pengukuran menggunakan metode papan, ternyata
menghasilkan angka yang cukup realistik dan sejalan dengan metode pengukuran
kehilangan panen secara langsung.
Dari angka kehilangan kumulatif pada
tabel 2, dapat diketahui bahwa penanganan pasca panen padi pada lahan tadah
hujan umumnya lebih baik pada setiap tahapannya. Pemanenan yang dilakukan secra berkelompok
dengan jumlah anggota antara 5 – 7 orang dan perontokan padi menggunakan pedal thresher, cukup efisien untuk menekan
atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil panen, disamping kualitas gabah
yang dihasilkan juga lebih baik, dengan kandungan gabah hampa dan kotoran lebih
kecil. Penekanan kehilangan dapat
dilakukan pada tahapan pengumpulan, penundaan perontokan dan perontokan
padi. Pada lahan irigasi titik kritis
terjadimpada tahapan panen / pemotongan padi, pengumpulan padi, penundaan
perontokan dan perontokan padi.
Tabel 2. Kehilangan hasil kumulatif pada tahapan
kegiatan pasca panen padi dari 2 ekosistem, pada MH.
Tahapan kegiatan
|
Kehilangan
hasil (%)
|
|||
Lahan irigasi
|
Lahan tadah
hujan
|
|||
MH
|
MK
|
MH
|
MK
|
|
1.
Panen/Pemotongan
- Metode papan
- Petak kontrol
|
0,97
14,76
|
0,086
13,95
|
1,57
13,36
|
0,088
10,38
|
2. Penumpukan
|
0,85
|
0,35
|
0,77
|
0,76
|
3. Pengumpulan
|
1,80
|
0,81
|
1,23
|
0,16
|
4.penundaan perontokan
|
2,21
|
0,35
|
1,46
|
0,76
|
5. Perontokan
|
2,43
|
5,59
|
1,15
|
0,36
|
Total (1+2+3+4+5)
|
8,26
|
7,18
|
6,18
|
2,12
|
6.Penjemuran *
|
1,37
|
2,14
|
1,13
|
5,60
|
7.Penyimpanan
|
1,36
|
0,017
|
1,48
|
0,016
|
8.Penggilingan
|
2,08
|
1,08
|
1,65
|
1,10
|
Total kehilangan ( 1 s/d 8 )
|
13,04
|
10,42
|
11,44
|
8,844
|
* Alas terpal
plastik
Kehilangan Mutu Fisik
Di dalam sistem tataniaga dan
perdagangan beras, mutu fisik beras sangat menentukan. Penurunan mutu fisik dapat menyebabkan
kehilangan bobot maupun nutrisi beras.
Ke dua hal tersewbut dapat menyebabkan jatuhnya harga jual gabah maupun
beras.
Selain kehilangan bobot di dalam
perlakuan penanganan pasca panen yang salah dapat menyebabkan kehilangan mutu fisik dan mutu kimia. Kehilangan tersebut dapat terjadi karena :
- terjadinya penundaan atau keterlambatan
perontokan,
- penumpukan padi di sawah yang terlalu lama
- terjadinya keterlambatan dalam proses
penjemuran / pengeringan dan
- kerusakan yang terjadi karena kondisi
penyimpanan yang tidak memenuhi syarat
Kerusakan mutu fisik gabah dapat
berupa meningkatnya prosentase gabah retak yang berpengaruh terhadap rendemen
giling, terjadinya penurunan densitas dan bobot 1000 butir, terjadi kerusakan
gabah seperti gabah tumbuh, gabah busuk, gabah berkecambah, gabah berjamur dan
berwarna kuning. Hasil penelitian
menunjukan terjadi kehilangan mutu fisik berkisar antara 3,41 – 4,06 %, yang
terjadi pada saat penundaan perontokan sebesar 1,75 – 1,95 % dan kerusakan
perontokan 0,87 – 1,06 %, dan terjadi pada saat penyimpanan gabah di tingkat
petani sebesar 0,79 – 1,05 %.
Bersambung Bag II
No comments:
Post a Comment